Tangis bahagia Siti Gusti Ningrum pecah saat memberikan sambutan pertamanya sebagai seorang Doktor. Siang itu, dia tak hanya berhasil membanggakan kedua orangtua dan promotornya, tetapi juga telah mengukir sejarah sebagai lulusan Doktor muda pertama dari program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) yang digagas Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti).
PMDSU memberikan beasiswa fast track S-2 sekaligus S-3 kepada lulusan Sarjana unggul yang memenuhi kualifikasi menjadi seorang Doktor dengan masa pendidikan selama empat tahun. Sebagai peserta program ini, perempuan yang akrab disapa Ningrum itu mampu membuktikan bahwa menyandang gelar Doktor di usia 27 tahun bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dicapai. Bahkan, kini cita-citanya menjadi seorang dosen pun sudah ada di depan mata.
Sebelumnya, Ningrum lulus Program Profesi Dokter Hewan (PPDH) di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 2013. Dia juga sempat pulang ke daerah asalnya di Samarinda, dan menjadi dosen honorer di Universitas Mulawarman. Menurut dia, ajakan mengikuti PMDSU justru datang dari dosen pembimbingnya di IPB.
“Saya diberitahu dosen pembimbing saya sebelumnya kalau PMDSU ini bisa langsung Doktor tanpa harus S-2 dahulu. Saya kemudian ditawari untuk ikut. Saya pikir kalau memang ada kesempatan kenapa tidak dicoba, apalagi saya juga ingin menjadi dosen,” tuturnya Rabu, (7/6).
Begitu dinyatakan lolos seleksi PMDSU batch I di IPB, perempuan yang punya hobi menyanyi itu lantas meninggalkan pekerjaannya di Universitas Mulawarman yang baru dilakoni selama enam bulan, dan kembali ke Bogor. Di bawah bimbingan Promotor utama, Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, M.S. dan dua dosen lainnya, yakni Prof. Dr. drh. Retno Soejoedono, M.S., dan Dr. drh. Hadri Latif, M.Si., Ningrum mengambil penelitian berjudul ‘Pengembangan Uji Cepat untuk Deteksi Escherichia Coli O157:H7 dalam Pangan Asal Hewan‘.
Bagi Ningrum, menjadi mahasiswa PMDSU sendiri tidaklah mudah. Dia dituntut disiplin supaya bisa lulus tepat waktu. Selain menghabiskan waktu di laboratorium, perempuan kelahiran 5 Agustus 1989 ini juga wajib menyelesaikan minimal dua publikasi di jurnal internasional.
“Total ada empat publikasi yang berhasil publish, tiga di antaranya merupakan publikasi di jurnal internasional terindeks Scopus, dan satu publikasi di jurnal nasional berakreditasi A. Suka-dukanya ketika meneliti itu ya kadang kita mengalami kegagalan. Saya bahkan sempat akan ganti judul di tengah-tengah penelitian,” kenang Ningrum.
Anak kedua dari empat bersaudara itu menceritakan, penelitiannya sempat diremehkan oleh sejumlah pihak karena metode yang diterapkan dianggap sudah lama. Kendati demikian, Ningrum berusaha untuk meyakinkan diri sendiri juga sang Promotor bahwa dia mampu menjadikan penelitiannya tersebut sebagai kendaraan untuk meraih gelar Doktor.
“Sudah banyak pengorbanan dan uang negara yang dipakai untuk penelitian ini, sehingga saya bertekad untuk menyelesaikannya. Alhamdulillah, saya mampu membuktikannya, bahkan bisa lulus lebih cepat dua bulan, dan menjadi yang pertama di PMDSU se-Indonesia,” ucapnya.
Melalui PMDSU, Ningrum juga berkesempatan untuk berkolaborasi bersama peneliti kelas dunia. Sejak September 2016 sampai Februari 2017, dia terbang ke Jerman guna melanjutkan risetnya. Program Sandwich selama enam bulan itu pun berbuah satu publikasi internasional. Alumnus SMAN 1 Samarinda itu mengatakan, menyelesaikan publikasi di luar negeri justru lebih cepat ketimbang di Indonesia.
“Karena di Indonesia mungkin terkendala fasilitas. Kalau di Jerman fasilitas dan alat-alat lengkap jadi bisa diselesaikan dengan cepat. Selain itu, di sana saya mendapat Profesor yang cukup killer, jadi memacu saya untuk cepat menyelesaikan publikasi,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Usaha Ningrum meneliti di laboratorium dari pukul 07.00 pagi hingga pernah sampai pukul 23.00 malam akhirnya terbayar dengan kesuksesannya di Sidang Terbuka Promosi Program Doktor. Tak tanggung-tanggung, perempuan berhijab itu mampu meraih IPK 3,90. Kebahagiaannya semakin lengkap lantaran di hari penting tersebut Ningrum didampingi oleh keluarga yang jauh-jauh datang dari Samarinda.
“Ya tadi saya sempat terharu saat memberi sambutan setelah dinyatakan lulus. Saya ingin berterimakasih kepada para dosen pembimbing dan keluarga. Juga kepada Kemristekdikti yang memberi kesempatan beasiswa PMDSU. Saya harap program ini tetap dilanjutkan karena bagus sekali,” terangnya.
Sambil menunggu waktu wisuda, Ningrum mulai menata rencananya di masa depan. Dia mengungkapkan, ingin menjadi seorang dosen atau peneliti di universitas. “Saya suka mengajar. Dan dengan gelar saya ini, saya rasa tidak ada alasan untuk tidak menjadi dosen atau peneliti. Sekarang sudah ada beberapa kampus yang saya incar, semoga saja diterima,” sebutnya.
Melihat keberhasilan Ningrum menyandang gelar Doktor di usia muda, sang Promotor, Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, M.S. merasa bangga. Baginya, hasil penelitian berupa prototipe kit pendeteksi bakteri Escherichia Coli itu telah membuka peluang deteksi penyakit di beragam hewan. Teknik yang diterapkan juga lebih mudah dan murah untuk dikembangkan dan diaplikasikan sebagai sarana menopang kesehatan masyarakat.
Pada akhir sesi sidang terbuka, secara khusus Wayan juga memberikan pesan kepada Ningrum. Dia mengibaratkan saat ini Ningrum membawa sebuah senjata yang sangat tajam. Untuk itu, imbuh Wayan, senjata itu harus digunakan untuk hal-hal yang baik, dan jangan sampai justru melukai diri sendiri.
“Keburukan orang pintar itu gampang terbawa sombong. Oleh karena itu, gelar yang telah kamu raih di usia 27 tahun ini harus digunakan sebaik mungkin. Terkait PMDSU, saya rasa program ini sangat masuk akal untuk mencetak sumber daya manusia yang unggul. Namun, program ini hanya akan berhasil jika ada komunikasi yang baik antara mahasiswa dan pembimbing. Saya senang komunikasi itu terjalin baik antara saya dengan mahasiswa, bahkan mereka sudah saya anggap anak sendiri,” simpul Wayan. (ira)
http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/index.php/2017/06/09/siti-gusti-ningrum-doktor-muda-indonesia-pertama-jebolan-pmdsu/